-

TOLONG DI KASIH JEJAK YA SEBELUM PERGI, MAKASIH

Kamis, 03 November 2011

RADIOGRAFER DARI SEJAK KELAHIRANNYA

RADIOGRAFER DARI SEJAK KELAHIRANNYA

I. SEJARAH PENDIDIKAN

Perkembangan ilmu radiology dimulai sejak ditemukannya sinar-x oleh Prof William Conrad Rontgen pada bulan November tahun 1895 dengan demikian disiplin ilmu radiologi merupakan ilmu yang relatif masih muda dibandingan dengan ilmu-ilmu lainnya khususnya ilmu kedokteran. Sedangkan di Indonesia radiology baru berkembang pada tahun 1950, dengan dibukanya bagian radiology di rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo yang pada waktu masih bernama CBZ dan di pimpin oleh Prof. Dr. Vanderplats dan Prof. Knoch radiology dari Belanda, Bersama-sama dengan beberapa dokter dari Indonesia diantaranya Prof Yohannes, Prof Siwabessy, Prof H.B.Syahrial Rasyad, dan Prof. Dr. H. Gani Ilyas yang semuanya sudah almarhum.

Jumat, 23 September 2011

dosimetri radiasi

dosimetri

Dalam menentukan potensi bahaya radiasi pada proteksi radiasi, perlu terlebih dulu dipahami mengenai besaran-besaran radiasi dan efek yang dihasilkan oleh dosis radiasi atau besaran dosimetri.

1. besaran radiasi

1a. energi, Radiasi didefinisikan sebagai pancaran atau perambatan energi melalui materi atau ruang dalam bentuk partikel atau gelombang magnetik. energi sangat mempengaruhi daya tembus radiasi terhadap materi.
satuan : Joule. untuk proteksi radiasi digunakan satuan Electron Volt (eV), dimana 1 eV = 1,6 x 10‾19 Joule.

Jumat, 12 Agustus 2011

TEKNIK PEMERIKSAAN CYSTOGRAFI



PENGERTIAN PEMERIKSAAN CYSTOGRAFI

Retrograde cystografi merupakan salah satu pemeriksaan traktus urinarius yang dikhususkan untuk memeriksa bagian vesica urinaria ( kandung kemih ) dan uretra, dengan cara memasukan suatu bahan kontras yang dimasukan melalui uretra, dengan mengunakan kateter atau langsung menggunakan spuit.

TUJUAN PEMERIKSAAN CYSTOGRAFI

Ada beberapa tujuan dilakukannya pemeriksaan Retrograde Cystografi, berikut tujuan-tujuan tersebut :
- untuk melihat anatomi dari vesica urinaria beserta dengan fungsi fisiologinya.
- Untuk melihat apakah ada kelainan fungsi dari vesica urinaria dan uretra.
- Untuk melihat adakah massa atau batu didalam vesica urinaria dan uretra.

Selasa, 02 Agustus 2011

SOP pemeriksaan OMD (oesophagus maag duodenum)

STANDART OPERATIONAL PROSEDURE (SOP)
INSTALASI RADIOLOGI
RSUP DR.......................................
---------------------------------------------------------------------------------------------------- 
No file : 0001
Tgl terbit : 29 Juli 2011
Halaman` :
Revisi :
Judul : Prosedure pemeriksaan Oesophagus Maag Duodenum (OMD)

  1. Pengertian

Yang di maksud pemeriksaan OMD ( oesophagus maag duedonum ) adalah pemeriksaan secara radiologi dari saluran pencernaan dengan media kontras barium.
  1. Indikasi:
  • Kelainan congenital.
  • Radang
  • Divertikulum
  • Varises
  • Ulkus
  • Obstruksi
  • Tumor / karsinoma
  • Corpus alineum
  1. Kontra indikasi :
  • Alergi terhadap media kontras
  • Mempunyai kelainan jantung
  • Perforasi
  • Keadaan umum pasien buruk.



  1. Tujuan

Selasa, 26 Juli 2011

Pemeriksaan Radiografi Duktulografi

1. Pengertian Duktulografi
Modalitas pencitraan sinar-x untuk mengevaluasi lumen duktus laktiferus dengan cara memasukan bahan kontras secara retrograde melalui kanula yang dipasang di papila mamae.
2. Anatomi
 
  • 15 - 20 lobus tersusun radial mengelilingi papila mamae
  • tiap lobus bermuara ke duktus laktiferus utama 


TDLU (Terminal Duktal-Lobular Unit)
Acinus
Ductule
Intralobular terminal ducts
Ekstralobular terminal ducts

Multipel TDLU ---> Lobus


 Nipple Discharge
  • Nipple discharge merupakan masalah penting bagi para wanita
  • Paling sering ec. benign intraductal papilloma
  • Carcinoma --> 10 - 15 %
Nipple Discharge fisiologis
  • Neonatal period
  • Laktasi
  • Kehamilan
  • Post Laktasi
  • Post stimulasi mekanis
  • Hyperprolactinaemia 
3. Indikasi
  • Evaluasi pada wanita yang mengalami nipple discharge spontan cairan dari papila mamae baik bloody maupun serous discharge  terutama bila unilateral dan berasal dari 1 orificium
  • Mappung untuk dokter bedah tumor dalam melakukan tindakan selanjutnya
  • Menemukan lesi yang tidak terlihat pada pemeriksaan Mammografi, USG dan MRI

4. Kontraindikasi 
  • Bilateral
  • Multipel ducts
  • Warna menyerupai darah
5. Keterbatasan 
     duktulografi tidak dapat dilakukan apabila tidak ada discharge pada saat pemeriksaan akan dikerjakan

6. Teknik Pemeriksaan
  • Amati lokasi orificium dimana nipple discharge berasal
  • Nipple areolar complex dibersihkan dengan larutan antiseptik
  • Mamae di beri duk steril
  • Sedikit discharge dikeluarkan sampai orificium duktus terlihat
  • Cannula diisi water-soluble radiographic contrast
  • Usahakan mengeluarkan udara dari kateter
  • Canula dipasang dengan hati-hati supaya tidak masuk ke dinding duktus laktiferus dan menimbulkan ekstravasasi
  • Kontras sebanyak 0.1 - 3 cc di injeksikan, tergantung pada jumlah secondary ducts yang mengalir ke duktus laktiferus utama dan lebarnya dilatasi
7. Gambaran Radiologi
A. gambaran normal
 a. Dikotomi lumen duktus laktiferus yang terisi kontras terlihat baik
 b. Tidak tampak filling defect
 c. Dinding lumen reguler
 d. Tidak terlihat beading appearance, angulasi, atau pengecilan kaliber lumen dengan tiba- tiba






B. gambaran kesalahan teknik

A
  
                     (b)                                                                        
Keterangan :
a : Refluks
b : Ekstravasasi
c : Air bubble
8. Patologis 
    Sebagian besar kelainan intraduktal dengan nipple discharge ditemukan 1 -  4 cm dari papilla mamae, meliputi :
  • Duct  ectasia
         a. Pelebaran duktus laktiferus dapat sampai tortuosus
         b. Dapat terlihat filling defect akibat sekret
         c. Dilatasi berbentuk kistik terutama di area subareolar yang membentuk contrast fluid level
         d. Kaliber dapat melebar sampai 8 mm di sertai dengan ebading appearance

DUCT ECTASIA

 * Wanita 40 tahun dengan serous right nipple discharge
 * Pelebaran subareolar collecting ducts dan segmental ducts
 * Dilatasi berbentuk kistik (panah)
 * Di posterior regio subareolar terlihat cabang-cabang kecil duktus
 * Tidak terlihat filling defect intralumen



 Cystic Duct Ectasia

* Spontaneous serous left nipple discharge
* Pelebaran collecting duct dan segmental ducts di area subareolar
* Pengisian kista-kista kecil oleh kontras membentuk fluid level
* Tidak terlihat filling defect intralumen



  • Duct  papilloma








Filling defect berlobulasi didalam duktus
 (kiri) Galactography
 (kanan) USG
 a. Defect soliter biasanya disebabkan papilloma intraductal
 b. Paling sering di jumpai di dekat nipple -areolar complex
 c. Hou et al. menemukan 88 dari 113 (77.9%) lesi intraductal jinak terletak di duktus laktiferus utama
 d. Tepi papilloma biasanya bulat atau berlobulasi
 e. Bila ukurannya besar dapat mengobstruksi duktus laktiferus
 f. Papillomatosis ---> filling defect kecil multipel membentuk gambaran iregularitas dinding lumen duktus










  • Breast Cancer
* Terlihat pelebaran duktus di area subareolar* Multipel area dengan penyempitan kaliber (A) serta filling defect ireguler (panah B)* Terhentinya kontras tiba-tiba mengisi lumen duktus



Reaksi: 

Minggu, 24 Juli 2011

teknik radiografi Benda Asing dalam Mata

Oleh : Dian Martiningrum


Pendahuluan

Pemeriksaan Pendahuluan pada kasus Corpus Alienum di mata meliputi 2 (dua) hal, yaitu:
  1. Memastikan keberadaan Benda Asing di mata
  2. Menentukan letak benda asing di mata dengan tepat
Ketentuan-ketentuan  Pemeriksaan Benda Asing di Mata:
  1. Kepala harus di-immobilisasi dengan head clamp, pada saat proyeksi yang diperlukan dibuat.
  2. IS (intensifying screen) yang digunakan harus benar-benar bersih dari minyak dan kotoran, untuk mencegah terjadinya bayangan yang dapat mengacaukan diagnosa. Film yang digunakan sebaiknya mempunyai speed rendah (fine grain) atau film khusus untuk teknik soft tissue. FFD yang digunakan 100 cm, dan menggunakan fine focus.
  3. Pada kaset yang dipakai untuk pemeriksaan dipasang kawat untuk memetakan letak benda asing, kawat yang dipasang berbentuk silang (cross) dengan titik tengah setinggi pupil (pada saat mata melihat lurus ke depan). Kawat dapat dipasang di atas kaset atau pada pasien (tergantung teknik yang digunakan).
  4. Dilakukan 2 proyeksi pada 1 kaset (side by side).
Untuk tujuan lokalisir benda asing di mata, mata dianggap sebagai benda bulat yang mempunyai diameter maksimum 24 mm.

Memastikan keberadaan benda asing di mata
Dibuat 2 proyeksi lateral (metode Parallax)
            1 proyeksi dengan mata melihat ke atas sejauh mungkin
            1 proyeksi dengan mata melihat ke bawah sejauh mungkin
Bila benda asing berada di bagian anterior bola mata, maka dibuat dengan film dental (metode Vogt-Bone Free).
Mata membuka selebar-lebarnya pada saat dilakukan eksposi.

Memastikan Letak Benda Asing dalam Mata
Ada 2 (dua) cara :
  1. Menentukan letak relatif benda asing terhadap bidang tangensial pusat mata. Pada pemeriksaan ini tidak dipakai alat bantu khusus.
  2. Menentukan kedalaman letak benda asing terhadap bidang tangensial margin anterior cornea mata. Metode yang dipakai :
    1. Metode Point and Cross Localizer
    2. Metode Kacamata (Spectacles Methode)
    3. Metode Cincin Limbal (Limbal Ring Methode)
Metode tambahan yang lain (Ballinger, 1991)
  1. Metode Sweet
  2. Metode Pfeiffer-Comberg
Menentukan Letak Relatif Benda Asing terhadap Bidang Tangensial Pusat Mata
Gambar 2376
Bila benda asing terletak di anterior bidang tangensial pusat mata (eye centre), maka benda asing akan mengikuti pergerakan

TEKNIK PENYINARAN Ca MAMMAE


 pengertian ;
Tumor ganas payudara  merupakan masalah kesehatan di Indonesia dengan frekuensi terbanyak kedua setelah tumor ganas  leher rahim. Kanker payudara merupakan tumor yang relatif lambat pertumbuhannya. Namun pada beberapa pasien dijumpai  bentuk yang agresif tapi terlambat dideteksi. 
Kanker payudara merupakan neoplasma ganas dimana terjadi  pertumbuhan jaringan payudara abnormal yang tidak memandang jaringan sekitarnya tumbuh infiltratif dan destruktif serta dapat bermetastase. Pada stadium awal tidak ada keluhan sama sekali hanya seperti fibroadenoma atau  penyakit fibrokistik yang kecil saja. Bentuk tidak teratur, batas tidak tegas, permukaan tidak rata, konsistensi padat keras. Pada stadium yang lebih lanjut  dapat menimbulkan kelainan pada kulit berupa infiltrasi, retraksi puting susu, seperti kulit jeruk (peau d’orange), benjolan-benjolan dikulit (satelit nodule)  sampai dapat dijumpai ulserasi. Karsinoma duktus invasif merupakan group terbesar tumor ganas payudara  lebih  kurang  65%-80% dari karsinoma payudara.

Tujuannya dari teknik penyinaran ini adalah mematikan sel kanker yang mungkin masih ada / tertinggal disekitar area tumor yang sudah dioperasi,

Senin, 18 Juli 2011

High kV Technique

oleh : H Nur utama 

1. Latar Belakang
Variasi kv pada teknik permeriksaan adalah salah satu yang biasa digunakan  untuk  proyeksi tertentu tergantung pada ukuran ketebalan badan. Dan pemberian nilai milliampere-second juga disesuaikan untuk masing-masing badan yang diperiksa.
Sistem teknik yang menggunakan variasi kilo-voltage memiliki keuntungan yang menjanjikan dalam variasi ekspose pada ketebalan badan yang berbeda-beda. Kenaikan kilovoltage yang terus meningkat dapat mengurangi kontras pada radiografi. Penurunan nilai  kontras dapat terjadi jika KiloVoltage awal terlalu rendah menyediakan penetrasi yang cukup dari organ itu. Suatu penurunan kontras diperbolehkan ketika kilovoltage terlalu tinggi dapat mengurangi kemampuan radiolog untuk melihat detil yang bagus di gambaran organ. Pemanfaatan sistem variasi kilovoltage harus mampu dalam penetrasi/daya tembus yang cukup dari bagian organ tersebut dan hasil tingkatan nilai kontras itu bisa diterima oleh radiolog.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi nilai dari kontras. Faktor yang utama adalah untuk mengontrolan kontras yang bergantung pada kVp/mAs. Faktor yang kedua, tidak kalah penting adalah kendali dari pancaran radiasi untuk menghindari produksi radiasi dalam jumlah yang berlebihan dalam  mengaburkan gambaran. Faktor yang lain yang mempengaruhi skala dari kontras adalah penggunaan dari IS.
Sehingga pada pertemuan kali ini, kami memaparkan atau menjelaskan tentang pemanfaat penggunaan variasi kv yang berbeda.

2. Tujuan


Dilakukan nya pemeriksaan dengan beberapa faktor eksposi yang berbeda khususnya dari kV (Kilo-voltage) ini bertujuan untuk mengetahui seberapa pentingnya pengaruh faktor eksposi khusus nya kV terhadap gambaran radiografi.

Jumat, 15 Juli 2011

CT SCAN COLON ( CT – COLONOSCOPY )

Adalah Pemeriksaan terhadap usus besar dengan menggunakan alat CT-Scan.

CT-Scan colon dapat dilakukan dengan 2 cara, antara lain :
1. Dengan memasukkan kontras media positif.
2. Dengan memasukkan kontras media negative.

Tujuan pemeriksaan : untuk melihat kelainan-kelainan pada daerah usus besar.

Indikasi Pemeriksaan :
1. Colitis
2. Polip
3. Tumor
4. Invaginasi
5. Hemoroid

Kontra indikasi :
1. Perforasi
2. Keadaan umum pasien jelek
3. Diare


Persiapan Pasien :
1. Dua hari sebelum pemeriksaan, pasien dianjurkan makanan lunak / bubur kecap dan disarankan banyak minum air
2. Jika kita lakukan pagi maka makan bubur kecap yg terakhir jam 19.00 wib. Dan jika pemeriksaan dilakukan siang, makan terakhir jam 07.00 wib.
3. Jika kita lakukan pemeriksaan pagi, maka pasien minum garam inggris 1 bks dicmpur dgn air 1 gelas jam20.00 wib. Utk pemeriksaan siang maka minum garam inggris dicampur air 1 gelas jam 07.00 wib.
4. Jika dilakukan pemeriksaan pagi maka mulai puasa jam24.00 wib dan jika dilakukan siang, puasa jam07.00, pasien dianjurkan tdk merokok dan tdk boleh bnyak bicara.
5. Besok pagi / siang pasien dtg ke radiologi dlm keadaan puasa.
6. Sebaiknya sebelum pemeriksaan pasien dilakukan klisma.

Persiapan Alat dan Bahan :
1. Cateter
2. Gunting klem
3. Spuit 20cc
4. Jelly
5. Spuit cateter
6. Handscone
7. Bahan Kontras dan gelas



Persiapan pasien :
1. Petugas radiologi menjelaskan tentang yg akan diperiksa ke pasien.
2. Petugas radiologi meminta ke pasien mengganti pakaian dgn pakaian yg telah disiapkan / baju pasien.
3. Pasien diminta naik ke atas meja pemeriksaan.

Prosedur pemeriksaan , cara 1 :
1. Masukkan data pasien kedalam computer CT-Scan ( nama,umur,jenis kelamin dan klinis pasien ).
2. Minta pasien agar menggantikan baju dgn yg sudah kita persiapkan.
3. Ambil cateter dan beri jelly diujung cateter tersebut.
4. Kita beritahukan kepasien cateter akan dipasang melalui anus.
5. Pasien dimiringkan.
6. Cateter dimasukkan ke anus pasien dan buat balon agar cateter tersebut tidak lepas dan cateter di klem.
7. Setelah dipasang, pasien diminta tiduran biasa ( AP Supine ).
8. Ambil spuit cateter 50cc dan kita isi udara lalu dimasukkan melalui cateter dgn melepas klem yg telah terpasang tadi.
9. Lalu klem kembali cateternya dan kita ambil spuit cateter yg berisi udara dan dimasukkan kembali melalui cateter.
10. Lakukan terus sampai pasien merasa perutnya sakit sekali.
11. Lakukan CT-Scan dgn program CT-Scan whole abdomen.
12. Setelah selesai , kita melepaskan cateter yg terpasang dan meminta pasien utk ganti baju.
13. Pemeriksaan selesai.
14. Setelah itu kita mengolah gambar di program work station CT-Scan dgn membuka aplikasi CT-Colonoscopy.
15. Kita ambil gambar dan lakukan print pada film,kertas dan disimpan ke dalam CD Room.

Prosedur pemeriksaan, cara 2 :
1. Masukkan data pasien kedalam computer CT-Scan ( nama,umur,jenis kelamin dan klinis pasien ).
2. Minta pasien agar menggantikan baju dgn yg sudah kita persiapkan.
3. Kita siapkan kontras media dan dicampur dengan air.
4. Ambil cateter dan beri jelly diujung cateter tersebut.
5. Beritahu pasien bahwa cateter akan dipasang melalui anus pasien.
6. Pasien dimiringkan.
7. Cateter dimasukkan ke anus pasien dan kita buat balon agar kateter tersebut tdk lepas dan cateter di klem.
8. Setelah dipasang cateter, pasien diposisikan AP Supine.
9. Ambil spuit cateter 50cc dan kita isi dgn kontras lalu dimasukkan melalui cateter dgn melepas klem yg telah dipasang.

10. Lalu klem kembali cateter dan ambil spuit cateter yg berisi udara dan dimasukkan kembali melalui cateter.
11. Lakukan terus sampai kontars media habis.
12. Lakukan CT-Scan dgn program CT-Scan whole abdomen.
13. Setelah selesai CT-Scan, lepaskan cateter yg terpasang dan meminta pasien utk mengganti baju.
14. Pemeriksaan selesai.
15. Gambar diolah di program work station CT-Scan dgn membuka aplikasi 3D.
16. Kita ambil gambar dan lakukan print pada film,kertas dan disimpan ke dalam CD Room.

Minggu, 03 Juli 2011

Teknik Radiografi HSG (Histerosalpingografi)

OLeh : Luthfie Muhtadi
 
Pengertian 
 
Histerosalpingografi (HSG) merupakan suatu untuk pemeriksaan dasar untuk mengetahui anatomi dan fisiologi alat genital wanita, melihat bayangan rongga rahim dan bentuk tuba fallopi. Biasanya dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya infertilitas .

Anatomi dan Fisiologi

Uterus :

Terdapat dalam rongga panggul, bentuknya seperti buah peer, panjang 6,5 cm – 6 cm dan tebal 2,5 cm – 4 cm. Uterus terletak di belakang kandung kencing dan di depan rectum. Uterus terdiri dari fundus uteri yang merupakan bagian terbesar, dan ismus uteri yang menghubungkan korpus dan serviks. Kanalis servikalis berbentuk spindle, panjangnya 2 cm – 3 cm. Biasanya pada nullipara ostium uteri eksterna terbuka hanya 0,5 cm. Beberapa posisi uterus ,antara lain: Antefleksi, rofleksi, teversi, dan retroversi .
Rahim retrofleksi merupakan salah satu bentuk anatomi yang normal, dimana rahim melengkung ke belakang ke arah punggung, sementara rahim biasanya (antefleksi) tegak ke atas atau melengkung ke depan. Kondisi ini terdapat pada 20% wanita.



Saluran telur (tuba uterina):

Merupakan saluran membranosa yang mempunyai panjang kira-kira 10 – 12 cm. Terdiri dari 4 bagian yaitu:
a.       Pars interstisialis, yaitu bagian yang menempel pada dinding uterus .
b.      Pars ismika, merupakan bagian medial yang menyempit seluruhnya .
c.       Pars ampularis, bagian yang berbentuk saluran agak lebar .
d.      Infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka kearah abdomen dan mempunyai fimbria.

Ovarium:

Terletak dalam fosa ovarika, terdapat dua buah di kanan dan kiri dengan mesovarium menggantung di bagian belakang ligamentum latum. Ukuran normal ovarium, panjang 2,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 3 cm dan tebal 0,6 – 1,5 cm.

           Baca Selengkapnya ( Klik READ MORE )
Patologi

  1. Infertilitas  : Gambaran tuba fallopi dan salurannya sampai ke cavum peritoneum.
  2. Abortus berulang Gambaran mengenai kelainan bawaan pada kavum uteri.
  3. Hydrosalphinx Tuba yang melebar, berisi cairan dan non paten
  4. Neoplasma  Terdapat tumor dan metastase pada dinding uterus
  5. Salfingitis  :  Peradangan pada daerah mulut rahim

Teknik Pemeriksaan HSG

Waktu Pemeriksaan :

Waktu yang optimum untuk melakukan HSG ialah pada hari ke 9 -10 sesudah haid muIai. Pada saat itu biasanya haid sudah berhenti dan selaput lendir uterus sifatnya tenang. Bilamana masih ada pendarahan, dengan sendirinya HSG tak boleh dilakukan karena ada kemungkinan masuknya kontras ke dalam pembuluh darah balik.

TEKNIK PEMASUKAN BAHAN KONTRAS MEDIA :

1.      Membuat foto pendahuluan atau foto polos dari pelvis dan instruksikan pasien untuk mixie .
2.      Pasien tiduran dengan posisi kaki mengangkang atau litotomi (ginekologi).
3.   Bagian eksterna / vaginanya dibersihkan dengan betadine lalu di pasangkan speculum yaitu alat untuk melebarkan vagina, yang bentuknya seperti cocor bebek .
4.    Setelah dipasang speculum, lanjutkan untuk mencari lubang dari uterus yang disebut ostium cervical externum / portio .
5.      Kemudian masukkan sonde untuk mengukur seberapa besar ruangan uteri .
6.      Masukkan alat “Salphinogram” yang dihubungkan dengan spuit berisi bahan kontras .
7.      Kemudian masukkan bahan kontras dan akan mengisi cavum uteri dan tuba uterina .



PROYEKSI PEMERIKSAAN HSG SET

1.                  AP Plain (Uterine cavity)

Posisi Pasien    : Supine
Posisi Objek    :
·   MSP pada pertengahan kaset
·   Tangan berada di samping tubuh
·   Tidak ada rotasi pada pelvis
Central Ray     : Vertikal/tegak lurus terhadapa kaset
Central Point   : 5 cm proximal simpisis pubis
FFD                 : 100 cm
Eksposi            : Pada saat pasien tahan nafas 



2.                  AP Post Kontras : 5 cc



3.                  AP Oblique (RPO dan LPO) Post Kontras : 3-5 cc
            RPO

           LPO



4.                  AP Post Miksi/Post Void

            PV (Post Void)



Struktur gambaran yang tampak :
  • Daerah 5 cm di atas simphisis pubis harus berada pada pertengahan kaset
  • Semua media kontras harus termasuk juga beberapa daerah “spill”
  • Gambar radiograf harus menunjukkan sedikit skala kontras

KRITERIA RADIOGRAFI PEMERIKSAAN HSG SET :

  1. Bentuk dari uterus yang normal berbentuk segitiga, bagian dasarnya pada fundus dan apex pada sisi inferior, berhubungan dengan canalis cervikalis.
  2. Tidak ada gambaran kelainan seperti tumor, polip, atau bentuk abnormal dari uterus.
  3. Tuba fallopi terletak di kanan kiri uterus. Terbagi atas empat daerah yaitu: interstitial, isthmus, ampulla dan infundibulum. Daerah yang terlihat jelas dengan kontras adalah isthmus yang panjang dan lurus serta ampulla yang seperti huruf “s” dan tampak melebar. Tuba fallopi tidak tersumbat, sehingga media kontras dapat mengisi tuba hingga tumpah ke rongga peritoneal (tampak spil) . 
  4. Terdapat gambaran spekulum maupun partubator di rongga uterus pada metode pemasukan media kontras dengan metal canula .

Teknik Radiografi Discography

OLEH : Luthfie Muhtadi

PENGERTIAN
Discography adalah pemeriksaan radiografi dari diskus intervertebralis dengan bantuan sinar-x dan bahan media kontras positif yang diinjeksikan kedalam pertengahan diskus dengan cara memasukkan jarum ganda untuk menegakkan diagnosa.
Pemeriksaan discography pertama kali diperkenalkan oleh seorang Radiolog asal Swedia yaitu K. Lindblom pada tahun 1948 dan dikembangkan oleh Doward dan Butt. Pemeriksaan ini digunakan untuk memperlihatkan herniasi discus atau degenerasi yang biasanya terjadi pada daerah lumbo-sacral dan terkadang terjadi di daerah cervical. Discography dapat dilakukan terpisah atau bersama-sama dengan myelography.

ANATOMI DAN FISIOLOGI
Discus adalah ruang persendian yang dibentuk antara dua vertebrae yang dikuatkan oleh ligamentum yang berjalan di depan dan di belakang corpus vertebrae sepanjang columna vertebralis. Discus pada masing-masing corpus berbentuk pendek silindris.



Banyak lamella vertikal pada daerah discus yang berbentuk spons, sehingga memungkinkan untuk menahan goncangan. Bagian luarnya dilingkupi tulang keras yang tipis. Discus terdiri dari :
1.Lingkaran fibrus cartilago, merupakan lapisan cartilago yang menutupi permukaan atas dan bawah dari setiap body vertebrae.
2.Annulus fibrosus, merupakan lapisan jaringan fibrus dan cartilago yang membentuk bantalan diantara lingkaran cartilago.
3.Nucleus pulposus ;yaitu pusat dari annulus fibrosus.



Gambar anatomi Discus. Gambar tersebut dibuat dengan potongan sagital. (1) Annulus Fibrosus, yang menjadi dasar lingkaran fibrosus. (2) Nucleus Pulposus, yang menjadi pusat dari discus dan merupakan target dari penyuntikan pada discography. (3) Ligamen Longitudinal Anterior. (4) Ligamen Longitudinal Posterior. (5) Canalis Vertebralis
Pada keadaan normal, discus berfungsi sebagai penahan goncangan dan memberikan keseimbangan pada columna vertebralis pada saat tubuh dalam keadaan tegak. Sendi yang terbentuk antara discus dan vertebrae adalah persendian dengan gerakan yang terbatas saja dan termasuk sendi jenis simphisis, yaitu sebuah persendian yang hanya dapat bergerak sedikit, tetapi jumlahnya yang banyak memberi kemungkinan membengkok kepada columna secara keseluruhan. Selama menjadi bagian yang tidak kaku dari columna vertebralis, maka discus ini akan memberikan flexibilitas dan mempunyai tekanan yang sama, tetapi jika dalam keadaan fleksi , ekstensi atau salah satu sisinya menahan beban maka salah satu sisi discus tersebut akan menambah tekanan sesuai dengan besar tekanan tersebut.

INDIKASI
•Ruptur Nukleus Pulposus
•Lesi internal discus, yang tidak dapat dilihat pada pemeriksaan myelografi.
•Hernia Nucleus Pulposus (HNP)
•Penyempitan saluran spinal canal.

KONTRA INDIKASI
•Alergi terhadap bahan kontras.
•Pendarahan
•Multiple sclerosis

PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN

Steril
•Needle dengan ukuran 20 dan 25
•Spuit 10 ml dan 2 ml
•Drawing-up canule
•Gallipot
•Kain kassa
•Kapas
•Media kontras yang digunakan 0,5 cc – 2 cc Angiografin atau Conray 280 atau garam meglumine dari iothalamate atau diatrizoate 0,5 cc – 2 cc.

Unsteril
•Pesawat sinar-x dan fluroskopi
•Kaset dan film
•Grid/lysolm
•Marker
•Gonad shield
•Apron
•Botol obat antiseptik hibitane 0,5 %
•Botol anastesi lokal lignocaine 1 %
•Ampul media kontras
•Jarum disposable
•Peralatan dan obat-obat emergensi

PERSIAPAN PASIEN
Jika pasien wanita, tanyakan apakah pasien hamil.
Tanyakan apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan sebelumnya.
Tanyakan apakah pasien mempunyai riwayat asma.
Penandatanganan informed consent.
Melepaskan benda-benda logam pada daerah yang akan diperiksa.
Pasien puasa selama 5 jam sebelum pemeriksaan.
Pasien diberi penjelasan tentang prosedur pemeriksaan.
Dibuat plain foto posisi AP dan lateral pada daerah yang akan diperiksa.
Premedikasi : diberikan obat sedatif, yaitu kombinasi dari 10 mg Drop ridol & 0,15 mg phenoperidin (Park, 1973).

METODE PENYUNTIKKAN

Pada pemeriksaan discography, ada dua cara dalam penyuntikan media kontras yaitu :

1.Dengan 1 jarum (Standard Spinal Puncture Needle).

2.Dengan 2 jarum (The Double Needle Combination).
Double jarum terdiri dari :
•Jarum ukuran 20, yang akan digunakan untuk menyuntik spinal dan mencapai annulus fibrosus.
•Jarum ukuran 25 (lebih panjang dari jarum ke-1),yang akan digunakan sebagai jarum penunjuk untuk menembus celah sampai menemukan pusat dari nucleus pulposus.

Jarum yang digunakan untuk daerah cervical biasanya digunakan dengan panjang 2 - 2,5 inchi, sedangkan untuk daerah lumbal 3,5 - 5 inchi. Penyuntikan dilakukan di bawah kontrol fluoroskopi. Kombinasi dengan jarum double lebih baik daripada dengan satu jarum.

PROSEDUR PEMERIKSAAN
1.Pasien diposisikan lateral decubitus, dengan punggungnya dilengkungkan serta lutut difleksikan.Bantalan busa hendaknya ditempatkan di suatu tempat yang dianggap perlu agar tulang belakang itu menjadi paralel dengan meja pemeriksaan.



2.Daerah yang akan dipunksi diberikan antiseptik.
3.Kemudian dengan kontrol fluoroskopi, jarum dengan ukuran 20 ditusukkan diantara ruas spinosus dan langsung ketulang cincin dari discus yang akan diperiksa dan ujung jarum menembus annulus fibrosus.
4.Kemudian masukkan jarum kedua,ke dlm jarum ke satu (jarum kedua lbh pjg daripada jarum pertama),shg jarum tsbt terletak dlm nucleus pulposus.



5.Kemudian dilakukan penyuntikan kontras media.
6.Lalu dibuat proyeksi lateral dengan jarum tetap berada di dalamnya. Bila media kontras sudah cukup, jarum dicabut dan daerah penyuntikan ditutup.
7.Kemudian pasien diposisikan supine, paha difleksi secukupnya agar bagian belakang tubuh menempel meja pemeriksaan.
8.Kemudian dibuat posisi AP dengan 100 – 200 cranial
9.Jika dibutuhkan maka dibuat foto oblique.

KOMPLIKASI
•Rasa pegal pada daerah punksi
•Retro peritenal haemorahage
•Disc herniation

PERAWATAN PASIEN
•Bed rest selama 24 jam.
•Periksa tekanan darah dan pernapasan setiap 30 menit selama 4 jam pertama dan setiap 4 jam selama 24 jam.